Ledakan terdengar di ibukota Suriah Damaskus Sabtu pagi, saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan menyerang negara tesebut sebagai bentuk hukuman dalam operasi gabungan dengan Prancis dan Inggris.
Asosiasi Perdagangan Minyak Nabati India (SEAI) meminta anggotanya untuk tak lagi membeli minyak kelapa sawit dari Malaysia, sebagai bentuk hukuman karena mengkritik India atas atas kebijakannya terhadap Kashmir.
Maka sebenarnya, perdebatan menghadirkan pokok-pokok haluan negara bukanlah terletak pada urgensinya, melainkan terletak pada bentuk hukumnya.
Badan Pengkajian MPR RI juga telah melakukan kajian tentang pilihan bentuk hukum PPHN, yakni bisa dimasukan dalam konstitusi, Ketetapan MPR, ataupun undang-undang.
Dari kajian Badan Pengkajian MPR RI yang disampaikan kepada Pimpinan MPR RI pada 18 Januari 2021, bentuk hukum yang ideal terhadap PPHN adalah melalui Ketetapan MPR RI.
Bamsoet memaparkan, bentuk hukum penetapan PPHN juga sebaiknya tidak diatur dalam konstitusi, karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat.
Badan Pengkajian MPR RI juga telah memiliki terobosan hukum, bahwa bentuk hukum PPHN yang paling tepat dilakukan melalui Ketetapan MPR RI.
Pada tahun 2022 ini, MPR RI akan kembali melakukan terobosan hukum menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan bentuk hukum berupa Ketetapan MPR RI melalui konvensi ketatanegaraan.
FGD ini penting dilakukan untuk memberikan masukan bagi Fraksi Partai Golkar MPR untuk menentukan sikap pada saat menyampaikan pandangannya tentang PPHN.
Panitia Ad Hoc MPR yang akan diputuskan pembentukkannya itu bertugas menyiapkan rancangan Keputusan MPR RI tentang bentuk hukum dan rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).